SAP 1 - Definisi Etika Bisnis
HAKEKAT MATA
KULIAH ETIKA BISNIS
Hakekat
etika bisnis menurut Drs. O. P. Simorangkir yaitu menganalisis atas
asumsi-asumsi bisnis, baik asumsi moral maupun pandangan dari sudut moral.
Karena bisnis beroperasi dalam rangka suatu sistem ekonomi, maka sebagian dari
tugas etika bisnis hakikatnya mengemukakan pertanyaan-pertanyaan tentang sistem
ekonomi yang umum dan khusus, dan pada gilirannya menimbulkan pertanyaan-pertanyaan
tentang tepat atau tidaknya pemakaian bahasa moral untuk menilai sistem-sistem
ekonomi, struktur bisnis. Etika bisnis merupakan unsur penting karena dapat
melanggengkan suatu bisnis, atau bahwa etika merupakan prasyarat tumbuhnya
sikap-sikap moral, khususnya sikap saling percaya, jujur, adil, dan tanggung
jawab.
2. DEFINISI ETIKA DAN BISNIS
A. ETIKA
Etika
berasal dari kata Yunani ethos, yang dalam bentuk jamaknya (ta etha) berarti
“adat istiadat” atau “kebiasaan”. Etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara
hidup yang baik, aturan hidup yang baik, dan segala kebiasaan yang dianut dan
diwariskan dari satu orang ke orang yang lain atau dari satu generasi ke
generasi lain. Magnis-Suseno mengatakan bahwa etika adalah sebuah ilmu dan
bukan ajaran. Dalam bahasa Nietzsche, etika sebagai ilmu menghimbau orang untuk
memiliki moralitas tuan dan buka moralitas hamba. Dalam bahasa Kant, etika
berusaha menggugah kesadaran manusia untuk bertindak secara otonom dan bukan
heteronom. Etika bermaksud membantu manusia untuk bertindak secara bebas tetapi
dapat dipertanggung jawabkan.
B. BISNIS
Bisnis sering
dilukiskan sebagai “ to provide products or services for s profit “.
Menyediakan suatu produk atau jasa secara percuma tidak merupakan bisnis.
Itulah sebabnya bisnis selalu berbeda dengan karya amal. Menawarkan sesuatu
dengan percuma masih bisa dianggap bisnis, selama terjadi dalam rangka promosi,
untuk memperkenalkan sebuah produk baru atau untuk mengiming-iming publik.
Tetapi, kalau begitu, tetaplah tujuannya mencari calon pembeli dan karena itu
tidak terlepas dari pencarian keuntungan. Dalam rangka bisnis, pemberian dengan
gratis hanya dilakukan untuk kemudian menjual barang itu dengan cara
besar-besaran. Bisnis merupakan perdagangan yang bertujuan khusus memperoleh
keuntungan finansial.
3. ETIKA MORAL, HUKUM
DAN AGAMA
Pada
prinsipnya hubungan antara etika dan moralitas berada pada spektrum
kurang-lebih atau lebih kurang. Hal yang tidak ada pada etika justru kekhasan
moralitas, sebaliknya yang tidak ada pada moralitas justru merupakan kekhasan
etika. Etika memang lebih dari moralitas karena etika menyodorkan pengertian
yang lebih mendasar dan mendalam atas pertanyaan mengapa kita harus hidup
sesuai dengan normal moral tertentu. Namun sebaliknya etika juga kurang dari
moralitas karena bukan etika, melainkan moralitaslah yang menentukan apa yang
semestinya kita lakukan dan apa yang wajib kita tabukan.
Seperti
etika, hukum merupakan sudut pandang normatif, karena menetapkan apa yang harus
dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Dari segi norma, hukum bahkan lenih jelas
dan pasti daripada etika, karena peraturan hukum dituliskan hitam atas putih
dan ada sanksi tertentu, bila terjadi pelanggaran. Terdapat kaitan erat antara
hukum dan etika. Dalam kekaisaran Roma sudah dikenal pepatah : Quid leges sine
moribus?, “apa artinya undang-undang, kalau tidak disertai moralitas?” Etika
selalu menjiwai hukum. Baik dalam proses terbentuknya undang-undang maupun
dalam pelaksanaan peraturan hukum, etika atau moralitas memegang peranan
penting. Hukum dan etika kerap kali tidak bisa dilepaskan satu sama lain.
Memang benar ada hal-hal yang diatur oleh hukum yang tidak mempunyai hubungan
langsung dengan etika. Walau terdapat hubungan erat antara norma hukum dan
norma etika, namun dua macam norma ini tidak sama.
Di samping
sudut pandang hukum, kita tetap membutuhkan sudut pandang moral. Untuk itu
dapat dikemukakan beberapa alasan. Pertama, banyak hal yang bersifat tidak
etis, sedangkan menurut hukum tidak dilarang. Tidak semuanya yang bersifat
imoral adala ilegal juga. Menipu teman waktu main kartu atau menyontek waktu
mengerjakan ujian sekolah merupakan perbuatan tidak etis, tetapi dengan itu
orang tidak melanggar hukum. Hukum tidak perlu dan bahkan tidak bisa mengatur
segala sesuatu demikian rupa sehingga tidak akan terjadi perilaku yang kurang etis.
Kedua untuk perlunya sudut pandang moral disamping sudut pandang hukum adalah
proses terbentuknya undang-undang atau peraturan-peraturan hukum lainnya
memakan waktu lama, sehingga masalah –masalah baru tidak segera bisa diatur
secara hukum. Ketiga ialah bahwa hukum itu sendiri sendiri sering kali bisa
disalahgunakan. Perumusan hukum tidak pernah sempurna, sehingga orang yang
beritikad buruk bisa memanfaatkan celah-celah hukum (the loopholes of the law).
Peraturan hukum yang dirumuskan dengan cara teliti sekalipun, barangkali masih
memungkinkan praktek-praktek kurang etis yang tidak bertentangan denga huruf
hukum. Keempat cukup dekat dengan itu. Bisa terjadi, hukum memang dirumuskan
dengan baik, tetapi karena salah satu alasan sulit untuk dilaksanakan, misalnya,
karena sulit dijalankan kontrol yang efektif. Tidak bisa diharapkan, peraturan
hukum yang tidak ditegakkan akan ditaati juga. Kelima untuk seperlunya sudut
pandang moral disamping sudut pandang hukum adalah bahwa hukum kerap kali
mempergunakan pengertian yang dalam konteks hukum itu sendiri tidak
didefinisikan dengan jelas dan sebenarnya diambil dari konteks moral.
Etika dan
agama sebagai ajaran atau pandangan-pandangan yang menuntun para pemeluknya
agar mencapai kebahagian hidup di akhirat yang berawal dari kehidupan fana di
dunia ini. Di sini, etika sama sekali tidak dapat menggantikan agama, namun
sekaligus juga tidak bertentangan dengan agama. Secara hakiki, etika membantu
para pemeluk duatu agama agar memahami secara mendalam dan mendasar mengapa
mereka menjadi pemeluk suatu agama tertentu atau mengapa justru ajaran agama
tentu yang dianut, bukannya ajaran agama lainnya. Lebih dari itu, etika
membantu para pemeluk agama agar berisikap secara tepat terhadap ajaran
agama-agama lain dan tidak serta-merta menolak atau mencap ajaran agama lain
itu sebagai “yang lain” sama sekali karena berbeda dari ajaran agama yang
dianut dan diamini. Pada tataran ini, kaum agamawan wajib beretika. Mereka
dituntut untuk merefleksikan secara kritis dan sistematis semua ajaran agama
yang dianut dan yang diterima sebagai penentu baik atau buruknya perilaku
seorang umat dalam perjalanannya menuju persatuan abadi dengan Sang Khalik.
Walaupun demikian, etika adalah etika. Etika bukan ajaran moral, karenanya
tidak bisa menggantikan norma atau ajaran agama apapun juga.
4. KLASIFIKASI ETIKA
Menurut Dr.
H. Budi Untung, S.H., M.M, dalam bukunya yang bejudul “Hukum dan Etika Bisnis”
etika diklasifikasikan menjadi 5 yaitu :
A. Etika Deskriptif
Etika deskriptif
yaitu etika di mana objek yang dinilai adalah sikap dan perilaku manusia dalam
mengejar tujuan hidupnya sebagaimana adanya. Nilai dan pola perilaku manusia
sebagaimana adanya ini tercemin pada situasi dan kondisi yang telah membudaya
di masyarakat secara turun-temurun.
B. Etika Normatif
Etika
normatif yaitu sikap dan perilaku manusia atau masyarakat sesuai dengan norma
dan moralitas yang ideal. Etika ini secara umum dinilai memenuhi tuntutan dan
perkembangan dinamika serta kondisi masyarakat. Adanya tuntutan yang menjadi
acuan bagi masyarakat umum atau semua pihak dalam menjalankan kehidupannya.
C. Etika Deontologi
Etika
deontologi yaitu etika yang dilaksanakan dengan dorongan oleh kewajiban untuk
berbuat baik terhadap orang atau pihak lain dari pelaku kehidupan. Bukan hanya
dilihat dari akibat dan tujuan yang ditimbulkan oleh sesuatu kegiatan atau
aktivitas, tetapi dari sesuatu aktivitas yang dilaksanakan karena ingin berbuat
kebaikan terhadap masyarakat atau pihak lain.
D. Etika Teleologi
Etika
Teleologi adalah etika yang diukur dari apa tujuan yang dicapai oleh para
pelaku kegiatan. Aktivitas akan dinilai baik jika bertujuan baik. Artinya
sesuatu yang dicapai adalah sesuatu yang baik dan mempunyai akibat yang baik.
Baik ditinjau dari kepentingan pihak yang terkait, maupun dilihat dari
kepentingan semua pihak. Dalam etika ini dikelompokkan menjadi dua macam yaitu
:
Egoisme
Egoisme
yaitu etika yang baik menurut pelaku saja, sedangkan bagi yang lain mungkin tidak
baik.
Utilitarianisme
Utilitarianisme adalah etika yang baik bagi semua pihak, artinya semua
pihak baik yang terkait langsung maupun tidak langsung akan menerima pengaruh
yang baik.
E. Etika Relatifisme
Etika
relatifisme adalah etika yang dipergunakan di mana mengandung perbedaan
kepentingan antara kelompok parsial dan kelompok universal atau global. Etika
ini hanya berlaku bagi kelompok parsial, misalnya etika yang sesuai dengan adat
istiadat lokal, regional dan konvensi, sifat dan lain-lain. Dengan demikian
tidak berlaku bagi semua pihak atau masyarakat yang bersifat global.
5. KONSEPSI ETIKA
Konsep-konsep dasar etika antara lain adalah (Bertens, 2002): (i) ilmu
yang mempelajari tentang tingkah laku manusia serta azas-azas akhlak (moral)
serta kesusilaan hati seseorang untuk berbuat baik dan juga untuk menentukan
kebenaran atau kesalahan dan tingkah Laku seseorang terhadap orang lain, antara
lain :
A. Utilitarianisme
Utilitarianisme
menyatakan bahwa suatu tindakan diangap baik bila tindakan ini meningkatkan
derajat manusia. Penekanan dalam utilitarianisme bukan pada memaksimalkan
derajat pribadi, tetapi memaksimalkan derajat masyarakat secara keseluruhan.
Dalam implementasinya sangat tergantung pada pengetahuan kita akan hal mana
yang dapat memberikan kebaikan terbesar.
B. Analisis Biaya-Keuntungan (Cost-Benefit Analysis)
Pada
dasarnya, tipe analisis ini hanyalah satu penerapan utilitarianisme. Dalam
analisis biaya-keuntungan, biaya suatu proyek dinilai, demikian juga
keuntungannya. Hanya proyek-proyek yang perbandingan keuntungan terhadap
biayanya paling tinggi saja yang akan diwujudkan.
C. Etika Kewajiban dan Etika Hak
Etika
kewajiban (duty ethics) menyatakan bahwa ada tugas-tugas yang harus dilakukan
tanpa mempedulikan apakah tindakan ini adalah tindakan terbaik. Sedangkan,
etika hak (right-ethics) menekankan bahwa kita semua mempunyai hak moral, dan
semua tindakan yang melanggar hak ini tidak dapat diterima secara etika, Etika
kewajiban dan etika hak sebenarnya hanyalah dua sisi yang berbeda dari satu
mata uang yang sama. Kedua teori ini mencapai akhir yang sama; individu harus
dihormati, dan tindakan dianggap etis bila tindakan itu mempertahankan rasa hormat
kita kepada orang lain. Kelemahan dari teori ini adalah terlalu bersifat
individu, hak dan kewajiban bersifat individu. Dalam penerapannya sering
terjadi bentrok antara hak seseorang dengan orang lain.
D. Etika Moralitas
Pada
dasarnya, etika moralitas berwacana untuk menentukan kita sebaiknya menjadi
orang seperti apa. Dalam etika moralitas, suatu tindakan dianggap benar jika
tindakan itu mendukung perilaku karakter yang baik (bermoral) dan dianggap
salah jika tindakan itu mendukung perilaku karakter yang buruk (tidak
bermoral). Etika moral lebih bersifat pribadi, namum moral pribadi akan
berkaitan erat dengan moral bisnis. Jika perilaku seseorang dalam kehidupan
pribadinya bermoral, maka perilakunya dalam kehidupan bisnis juga akan bermoral.
Dalam
memecahkan masalah, kita tidak perlu binggung untuk memilih konsep mana yang
sebaiknya digunakan, sebab kita dapat menggunakan semua teori itu untuk
menganalisis suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda dan melihat hasil
apa yang diberikan masing-masing teori itu kepada kita.
Opini :
Etika merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan
sehari - hari, karena etika adalah sesuatu yang akan menentukan tentang apa
yang akan kita lakukan dan apa yang akan orang lain pikirkan tentang apa yang
telah kita lakukan. Etika akan menentukan bagaimana diri kita dimata orang
lain, itulah yang kita temukan sehari - hari mengenai etika. begitupun dalam
berbisnis, etika bukan hanya tentang kebiasaan yang seseorang lakukan, tetapi
didalam melakukan bisnis mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu,
perusahaan dan juga masyarakat. Karenanya, etika akan menjadi lebih luas
pengertiannya. Dengan adanya etika bisnis ini, akan mengajarkan kita tentang
pengetahuan tentang tata cara ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang
memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku di tengah masyarakat.
SAP 2 - Prinsip Etis dalam Berbisnis serta dalam Lingkungan
Perusahaan
PRINSIP OTONOMI
Prinsip otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk
mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa
yang dianggapnya baik untuk dilakukan. Orang yang otonom adalah orang yang tahu
akan tindakannya, bebas dalam melakukan tindakannya, tetapi sekaligus juga
bertanggung jawab atas tindakannya. Dapat dikatakan bahwa orang yang menganggap
serius nilai dan prinsip moral lainnya yang bisa bertanggung jawab atas
tindakannya. Bagi dunia bisnis, otonomi dengan ketiga unsurnya merupakan
prinsip yang sangat penting.
Pertama, dengan otonomi setiap pelaku bisnis, dan juga
setiap karyawan pada segala jenjang, diperlakukan sebagai manusia bermoral,
yang mampu mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri
tentang apa yang baik serta bertanggung jawab atas keputusan dan tindakannya
itu.
Kedua, prinsip ini pun sangat sejalan dengan tuntutan bisnis
modern yang menekankan pemberdayaan pelaku bisnis dan semua karyawan pada
segala jenjang jabatan. Prinsip otonomi sangat sesuai dengan tuntutan
persaingan bisnis yang ketat dimana setiap pelaku bisnis dituntut untuk bisa
mengambil keputusan dan bertindak dalam waktu yang tepat.
Ketiga, tanggung jawab moral juga tertuju kepada semua pihak
terkait yang berkepentingan, artinya yaitu apakah keputusan dan tindakan bisnis
yang diambil secara sadar dan bebas tadi, dari segi kepentingan pihak – pihak
terkait itu, dapat dipertanggung jawabkan secara moral.
PRINSIP KEADILAN
Prinsip
keadilan menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan
aturan yang adil dan sesuai dengan kriteria yang rasional objektif dan dapat di
pertanggung jawabkan. Demikian pula, prinsip keadilan menuntut agar setiap
orang dalam kegiatan bisnis entah dalam relasi eksternal perusahaan maupun
relasi internal perusahaan perlu diperlakukan sesuai dengan haknya masing –
masing. Keadilan menuntut agar tidak ada pihak yang dirugikan hak dan
kepentingannya.
PRNSIP KEJUJURAN
Prinsip
ini memang problematik karena masih banyak pelaku bisnis yang mendasarkan
kegiatan bisnisnya pada tipu – menipu atau tindakan curang, entah karena
situasi eksternal tertentu atau karena dasarnya memang ia sendiri suka tipu –
menipu. Dalam 3 lingkup kegiatan bisnis dibawah ini bisa ditunjukkan secara
jelas bahwa bisnis tidak bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan
pada prinsip kejujuran, bahwa memang kejujuran dalam berbisnis adalah kunci
keberhasilannya.
Pertama, kejujuran relavan dalam pemenuhan syarat – syarat
perjanjian an kontrak. Dalam mengikat perjanjian dan kontrak tertentu, semua
pihak secara a priori saling percaya satu sama lain, bahwa masing – masing
pihak tulus dan jujur dalam membuat perjanjian dan kontrak itu dan lebih dari
itu serius serta tulus dan jujur melaksanakan janjinya. Kejujuran ini sangat
penting artinya bagi kepentingan masing – masing pihak dan sangat menentukan
relasi dan kelangsungan bisnis masing masing pihak selanjutnya.
Kedua, kejujuran juga relavan dalam penawaran barang dan
jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Sebagaimana sudah dikatakan dalam
bisnis modern penuh persaingan, kepercayaan konsumen adalah hal yang paling
pokok. Kenyataan bahwa semakin banyak konsumen Indonesia lebih suka
mengkonsumsi produk luar negri menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia tidak begitu
percaya kepada bangsanya sendiri. Pengusaha luar negri lebih bisa dipercaya
karena dengan jujur menawarkan barang dengan kualitas yang baik, yang tidak
akan mudah menipu konsumen, dan sebaliknya pengusaha Indonesia sulit dipercaya
kejujurannya. Ini menyakitkan, tapi menunjukkan bahwa kejujuran adalah prinsip
yang justru sangat penting dan relavan untuk kegiatan bisnis yang baik dan
tahan lama.
Ketiga, kejujuran juga relavan dalam hubungan kerja intern
dalam suatu perusahaan. Maka, kejujuran dalam perusahaan justru adalah inti dan
kekuatan perusahaan itu. Kejujuran dalam perusahaan hanyan mungkin terjaga
kalau ada etos bisnis yang baik dalam perusahaan itu, kalau ada standar –
standar moral yang jelas, kalau karyawan diperlakukan secara baik dan manusiawi,
kalau karyawan diperlakukan sebagai manusia yang punya hak – hak tertentu,
kalau sudah terbina sikap saling menghargai sebagai manusia antara satu dan
yang lainnya.
HORMAT PADA DIRI
Prinsip
hormat pada diri sendiri sama artinya dengan prinsip menghargai diri sendiri,
bahwa dalam melakukan hubungan bisnis, manusia memiliki kewajiban moral untuk
memperlakukan diirinya sendiri sebagai pribadi yang memiliki nilai sama dengan
pribadi lainnya.
HAK DAN KEWAJIBAN
Hak
merupakan klaim yang dibuat oleh orang atau kelompok yang satu terhadap yang
lainnya atau terhadap masyarakat. Orang yang mempunyai hak bisa menuntut bahwa
orang lain akan memenuhi dan menghormati hak itu. Ada berbagai macam hak, yaitu
hak legal dan hak moral.
Hak legal adalah hak didasarkan atas hukum dalam salah satu
bentuk. Hak legal berasal dari undang – undang, peraturan hukum atau dokumen
legal lainnya. Hak moral didasarkan atas prinsip atau peraturan etis saja. Hak
moral belum tentu merupakan hak legal juga.
Hak moral merupakan produk suatu keadaan historis dan sosial
yang tertentu. Hak hanya ada karena berkaitan dengan sejumlah aturan yang
berlaku dalam masyarakat atau periode sejarah tertentu.
Perlu diakui bahwa memang sering terdapat hubungan timbale
balik antara hak dan kewajiban, tapi tidak bisa dikatakan bahwa hubungan itu
mutlak dan tanpa pengecualian. Tidak selalu kewajiban satu orang sepadan dengan
hak orang lain. Sering kali ada kewajiban moral tanpa ada hak yang sepadan
dengannya, setiap orang mempunyai kewajiban moral untuk bersikap murah hati.
TEORI ETIKA LINGKUNGAN
Manusia
memiliki pandangan tertentu pada alam, dimana pandangan itu telah menjadi
landasan bagi tindakan dan perilaku manusia terhadap alam. Apapun pandangan
yang dikembangkan tentang alam, sekarang sudah semakin umum diterima bahwa
sikap dan perlakuan baik manusia terhadap alam tidak boleh hanya didasarkan
pada kenyataan bahwa lingkungan itu penting dan bermanfaat bagi manusia. Dari
beberapa pandangan etika yang telah berkembang tentang alam, disini akan
dibahas 3 teori utama, yaitu :
Antroposentrisme ( antropos = manusia ) adalah suatu
pandangan yang menempatkan manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta.
Pandangan ini berisi pemikiran bahwa segala kebijakan yang diambil mengenai lingkungan
hidup harus dinilai berdasarkan manusi dan kepentingannya. Jadi, pusat
pemikiran adalah manusia. Kebijakan terhadap alam harus diarahkan untuk
mengabdi pada kepentingan manusia. Pandangan moral lingkungan yang
antroposentrisme disebut juga sebagai human centered ethic, karena mengandaikan
kedudukan dan peran moral lingkungan hidup yang terpusat pada manusia.
Biosentrisme adalah suatu pandangan yang menempatkan alam
sebagai yang mempunyai nilai dalam dirinya sendiri, lepas dari kepentingan
manusia. Teori biosentrisme yang disebut juga intermediate environmental
ethics, harus dimengerti dengan baik, khususnya menyangkut kedudukan manusia
dan makhluk – makhluk hidup yang lain di bumi ini. Pada intinya teori
biosentrisme berpusat pada komunitas biotis dan seluruh kehidupan yang ada
didalamnya.
Ekosentrisme dapat dikatakan sebagai lanjutan teori etika
lingkungan biosentrisme. Kalau biosentrisme hanya memusatkan perhatian pada
kehidupan seluruhnya, ekosentrisme justru memusatkan perhatian pada seluruh
komunitas biologis, baik yang hidup maupun yang tidak. Pandangan ini didasarkan
pada pemahaman bhwa secara ekologis, baik makhluk hidup maupun benda – benda
abotik lainnya saling terkait satu sama lain. Ekosentrisme disebut juga deep
environmental ethics, ini adalah suatu paradigm baru tentang alam dan seluruh
isinya. Perhatian bukan hanya berpusat pada manusia melainkan pada makhluk
hidup seluruhnya dalam kaitan dengan upaya mengatasi persoalan lingkungan
hidup.
PRINSIP ETIKA DILINGKUNGAN HIDUP
Prinsip etika dilingkungan hidup digunakan sebagai pedoman
untuk melakukan perubahan perubahan kebijakan sosial, politik, dan ekonomi agar
pro lingkungan sebagai soulusi krisis lingkungan saat ini.
Prinsip hormat
terhadap alam.
Manusia sebagai anggota komunitas ekologi harus menghargai
dan menghormati setiap kehidupan dan spesies dalam komunitas ekologis tersebut.
Manusia perlu memelihara, merawat, menjaga, melindungi, dan melestarikan alam
beserta seluruh isinya.
Prinsip tanggung
jawab.
Manusia dituntut untuk mengambul prakarsa, usaha, kebijakan,
dan tindakan bersama secara nyata untuk menjaga alam semesta dengan segala
isinya. Berarti kelestarian dan kerusakan alam merupakan tanggung jawab bersama
seluruh umat manusia.
Prinsip solidaritas kosmis.
Prinsip ini membangkitkan rasa sepenanggungan dan mendorong
manusia untuk tidak merusak dan mencemari alam, seperti halnya tidak akan
merusak kehidupannya sendiri. Prinsip ini berfungsi mengontrol perilaku manusia
dalam batas – batas keseimbangan kosmis.
Prinsip kasih
sayang dan kepedulian terhadap alam.
Prinsip ini menghapus sifat diskriminasi dan dominasi
manusia terhadap makhluk lainnya. Kasih sayang dan kepedulian menyadarkan bahwa
semua makhluk hidup di alam ini mempunyai hak untuk dilindungi, dipelihara,
tidak disakiti, dan dirawat.
Prinsip “ No harm
“.
Prinsip ini menjadi dasar perilaku manusia untuk tidak
melakukan tindakan yang merugikan atau mengancam eksistensi makhluk hidup lain,
sebagaimana manusia tidak dibenarkan secara moral untuk melakukan tindakan –
tindakan yang merugikan sesame manusia.
Prinsip hidup
sederhana dan selaras dengan alam.
Prinsip ini melandasi pola hidup baru, menggantikan pola
hidup yang materialistis, konsumtif, dan eksploitatif.
Prinsip keadilan.
Prinsip ini memasuki wilayah politi ekologi, dimana
pemerintah dituntut untuk membuka peluang dan akses yang sama bagi semua
kelompok masyarakat dalam ikut menentukan kebijakan publik lingkungan hidup dan
dalam memanfaatkan sumber daya alam serta jasa lingkungan.
Prinsip demokrasi.
Prinsip ini selaras dengan hakikat alam yaitu keanekaragaman
dan pluralitas. Paradigm pembangunan berkelanjutan hanya mungkin diterima kalau
pembangunan dipahami sebagai berdimensi plural.
Prinsip integritas
moral.
Prinsip yang berkaitan dengan integritas moral pejabat
public. Selama pejabat public tidak mau bertanggung jawab atas kebijakan dan
tindakannya yang merugikan lingkungan hidup, lingkungan hidup akan tetap
dirugikan.
Opini :
hormat pada diri sendiri sama artinya dengan prinsip
menghargai diri sendiri, bahwa dalam melakukan hubungan bisnis, manusia
memiliki kewajiban moral untuk memperlakukan diirinya sendiri sebagai pribadi
yang memiliki nilai sama dengan pribadi lainnya. Jika kita sudah bisa memulai
dengan hal hormat pada diri sendiri, maka kita akan lebih mudah untuk
menghargai orang lain, dengan begitu menjalankan prinsip - prinsip yang
disebutkan diatas juga akan lebih mudah, karena kita sudah mengaplikasikannya
terlebih dahulu. Dengan menjalankan prinsip - prinsip yang sudah disebutkan,
maka pengelolaan bisnis akan berjalan dengan benar, tanpa ada hal - hal negatif
yang terkandung didalamnya. Maka akan tercipta situasi bisnis yang selaras di
lingkungan perusahaan tempat bisnis kita berjalan.
SAP 3 - Model dan Faktor Pendukung Beretika dalam Bisnis
Immoral Manajemen
Immoral manajemen merupakan tingkatan terendah dari model
manajemen dalam menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis. Manajer yang memiliki
manajemen tipe ini pada umumnya sama sekali tidak mengindahkan apa yang
dimaksud dengan moralitas, baik dalam internal organisasinya maupun bagaimana
dia menjalankan aktivitas bisnisnya. Para pelaku bisnis yang tergolong pada
tipe ini, biasanya memanfaatkan kelemahan-kelemahan dan kelengahan-kelengahan
dalam komunitas untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri, baik secara
individu atau kelompok mereka. Kelompok manajemen ini selalu menghindari diri
dari yang disebut etika. Bahkan hukum dianggap sebagai batu sandungan dalam
menjalankanbisnisnya.
Amoral Manajemen
Tingkatan kedua dalam aplikasi etika dan moralitas dalam
manajemen adalah amoral manajemen. Berbeda dengan immoral manajemen, manajer
dengan tipe manajemen seperti ini sebenarnya bukan tidak tahu sama sekali etika
atau moralitas. Ada dua jenis lain manajemen tipe amoral ini, yaitu Pertama,
manajer yang tidak sengaja berbuat amoral (unintentional amoral manager). Tipe
ini adalah para manajer yang dianggap kurang peka, bahwa dalam segala keputusan
bisnis yang diperbuat sebenarnya langsung atau tidak langsung akan memberikan
efek pada pihak lain. Oleh karena itu, mereka akan menjalankan bisnisnya tanpa
memikirkan apakah aktivitas bisnisnya sudah memiliki dimensi etika atau belum.
Manajer tipe ini mungkin saja punya niat baik, namun mereka tidak bisa melihat
bahwa keputusan dan aktivitas bisnis mereka apakah merugikan pihak lain atau
tidak. Tipikal manajer seperti ini biasanya lebih berorientasi hanya pada hukum
yang berlaku, dan menjadikan hukum sebagai pedoman dalam beraktivitas. Kedua,
tipe manajer yang sengaja berbuat amoral. Manajemen dengan pola ini sebenarnya
memahami ada aturan dan etika yang harus dijalankan, namun terkadang secara
sengaja melanggar etika tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bisnis
mereka, misalnya ingin melakukan efisiensi dan lain-lain. Namun manajer tipe
ini terkadang berpandangan bahwa etika hanya berlaku bagi kehidupan pribadi
kita, tidak untuk bisnis. Mereka percaya bahwa aktivitas bisnis berada di luar
dari pertimbangan-pertimbangan etika dan moralitas.
Widyahartono (1996:74) mengatakan prinsip bisnis amoral itu
menyatakan “bisnis adalah bisnis dan etika adalah etika, keduanya jangan
dicampur-adukkan”. Dasar pemikirannya sebagai berikut:
Bisnis adalah
suatu bentuk persaingan yang mengutamakan dan mendahulukan kepentingan
ego-pribadi. Bisnis diperlakukan seperti permainan (game) yang aturannya sangat
berbeda dari aturan yang ada dalam kehidupan sosial pada umumnya.
Orang yang
mematuhi aturan moral dan ketanggapan sosial (sosial responsiveness) akan
berada dalam posisi yang tidak menguntungkan di tengah persaingan ketat yang
tak mengenal “values” yang menghasilkan segala cara.
Kalau suatu
praktek bisnis dibenarkan secara legal (karena sesuai dengan aturan hukum yang
berlaku dan karena law enforcement-nya lemah), maka para penganut bisnis amoral
itu justru menyatakan bahwa praktek bisnis itu secara “moral mereka” (kriteria
atau ukuran mereka) dapat dibenarkan. Pembenaran diri itu merupakan sesuatu
yang ”wajar’ menurut mereka. Bisnis amoral dalam dirinya meskipun
ditutup-tutupi tidak mau menjadi “agen moral” karena mereka menganggap hal ini
membuang-buang waktu, dan mematikan usaha mencapai laba.
Moral Manajemen
Tingkatan tertinggi dari penerapan nilai-nilai etika atau
moralitas dalam bisnis adalah moral manajemen. Dalam moral manajemen,
nilai-nilai etika dan moralitas diletakkan pada level standar tertinggi dari
segala bentuk prilaku dan aktivitas bisnisnya. Manajer yang termasuk dalam tipe
ini hanya menerima dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku namun juga terbiasa
meletakkan prinsip-prinsip etika dalam kepemimpinannya. Seorang manajer yang
termasuk dalam tipe ini menginginkan keuntungan dalam bisnisnya, tapi hanya
jika bisnis yang dijalankannya secara legal dan juga tidak melanggar etika yang
ada dalam komunitas, seperti keadilan, kejujuran, dan semangat untuk mematuhi
hukum yang berlaku. Hukum bagi mereka dilihat sebagai minimum etika yang harus
mereka patuhi, sehingga aktifitas dan tujuan bisnisnya akan diarahkan untuk
melebihi dari apa yang disebut sebagai tuntutan hukum. Manajer yang bermoral
selalu melihat dan menggunakan prinsip-prinsip etika seperti, keadilan,
kebenaran, dan aturan-aturan emas (golden rule) sebagai pedoman dalam segala
keputusan bisnis yang diambilnya.
Agama, Filosofi,
Budaya dan Hukum
Agama
Agama adalah sumber dari segala moral dalam etika apapun
dengan kebenarannya yang absolut. Tiada keraguan dan tidak boleh diragukan
nilai-nilai etika yang bersumber dari agama. Agama berkorelasi kuat dengan
moral. Setiap agama mengandung ajaran moral atau etika yang di jadikan pegangan
bagi para penganutnya. Pada umumnya, kehidupan beragama yang baik akan
menghasilkan kehidupan moral yang baik pula. Orang-orang dalam organisasi
bisnis secara luas harus menganut nilai shiddiq, tabligh, amanah dan fathanah.
Filsafat
Sumber utama nilai-nilai etika yang dapat dijadikan sebagai
acuan dan referensi dalam pengeJolaan dan pengendalian perilaku pebisnis dengan
aktifitas usaha bisnisnya adalah filsafat. Ajaran-ajaran filsafat tersebut
mengandung nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari pemikiran-pemikiran filsuf
dan ahli filsafat yang terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
Budaya
Referensi penting lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai
acuan etika bisnis adalah pengalaman dan perkembangan budaya, baik budaya dari
suatu bangsa maupun budaya yang bersumber dari berbagai negara (Cracken, 1986).
Budaya yang mengalami transisi akan melahirkan nilai, aturan-aturan dan
standar-standar yang diterima oleh suatu komunitas tertentu dan selanjutnya
diwujudkan dalam perilaku seseorang, suatu kelompok atau suatu komunitas yang
lebih besar.
Hukum
Hukum merupakan aturan hidup yang bersifat memaksa dan si
pelanggar dapat diberi tindakan hukum yang tegas dan nyata. Hukum moral dalam
banyak hal lebih banyak mewarnai lilai-nilai etika. Hukum moral adalah tuntunan
perilaku manusia yang ditaati karena kesadaran yang bersumber pada hati nurani
dan bertujuan untuk mencapai kebahagiaan.
Selain hukum moral yang biasanya tidak tertulis dan hanya
ditulis untuk penjelasan informasi semata, etika bisnis juga mengadopsi
aturan-aturan yang berlaku pada suatu daerah, negara atau
kesepakatan-kesepakatan hukum internasional. Harapan-harapan etika ditentukan
oleh hukum yang berlaku itu. Hukurn mengatur serta mendorong perbaikan masalah
yangdipandang buruk atau baik dalam suatu komunitas. Sayangnya hingga saat ini
kita masih menemukan kendala-kendala penyelenggaraan hukum etika di Indonesia.
Leadership
Satu hal penting dalam penerapan etika bisnis di perusahaan
adalah peran seorang pemimpin/leadership. Pemimpin menjadi pemegang kunci
pelaksanaan yang senantiasa dilihat oleh seluruh karyawan. Di berbagai kondisi,
saat krisis sekalipun, seorang pemimpin haruslah memiliki kinerja emosional
& etika yang tinggi. Pada prakteknya, dibutuhkan kecerdasan intelektual,
emosional dan spiritual dari seorang pemimpin dalam penerapan etika bisnis ini.
Kepemimpinan yang baik dalam bisnis adalah kepemimpinan yang
beretika. Etika dalam berbisnis memberikan batasan akan apa yang yang sebaiknya
dilakukan dan tidak. Pemimpin sebagai role model dalam penerapan etika bisnis,
akan mampu mendorong karyawannya untuk terus berkembang sekaligus memotivasi
agar kapabilitas karyawan teraktualisasi.
Strategi dan
Performasi
Fungsi yang penting dari sebuah manajemen adalah untuk
kreatif dalam menghadapi tingginya tingkat persaingan yang membuat
perusahaannya mencapai tujuan perusahaan terutama dari sisi keuangan tanpa
harus menodai aktivitas bisnisnya berbagai kompromi etika. Sebuah perusahaan
yang jelek akan memiliki kesulitan besar untuk menyelaraskan target yang ingin
dicapai perusahaannya dengan standar-standar etika. Karena keseluruhan strategi
perusahaan yang disebut excellence harus bisa melaksanakan seluruh kebijakan-kebijakan
perusahaan guna mencapai tujuan perusahaan dengan cara yang jujur.
Karakter Individu
Perjalanan hidup suatu perusahaan tidak lain adalah karena
peran banyak individu dalam menjalankan fungsi-fungsinya dalam perusahaan
tersebut. Perilaku para individu ini tentu akan sangat mempengaruhi pada
tindakan-tindakan mereka ditempat kerja atau dalam menjalankan aktivitas
bisnisnya.
Semua kualitas individu nantinya akan dipengaruhi oleh
beberapa faktor-faktor yang diperoleh dari luar dan kemudian menjadi prinsip
yang dijalani dalam kehidupannya dalam bentuk perilaku. Faktor-faktor tersebut
yang pertama adalah pengaruh budaya, pengaruh budaya ini adalah pengaruh
nilai-nilai yang dianut dalam keluarganya. Seorang berasal dari keluarga
tentara, mungkin saja dalam keluarganya di didik dengan disiplin yang kuat,
anak anaknya harus beraktivitas sesuai dengan aturan yang diterapkan orang
tuanya yang kedua, perilaku ini akan dipengaruhi oleh lingkunganya yang
diciptakan di tempat kerjanya. Aturan ditempat kerja akan membimbing individu
untuk menjalankan peranannya ditempat kerja. Peran seseorang dalam oerganisasi
juga akan menentukan perilaku dalam organisasi,seseorang yang berperangsebagai
direktur perusahaan, akan merasa bahwa dia adalah pemimpin dan akan menjadi
panutan bagi para karyawannya,sehingga dalam bersikap dia pun akan mencoba
menjadi orang yang dapat dicontoh oleh karyawannya, misalnya dia akan selalu
datang dan pulang sesuai jam kerja yang ditentukan oleh perusahaan. Faktor yang
ketiga adalah berhubungan dengan lingkungan luar tempat dia hidup berupa
kondisi politik dan hukum, serta pengaruh–pengaruh perubahan ekonomi. Moralitas
seseorang juga ditentukan dengan aturan-aturan yang berlaku dan kondisi negara
atau wilayah tempat tinggalnya saat ini. Kesemua faktor ini juga akan terkait
dengan status individu tersebut yang akan melekat pada diri individu tersebut
yang terwuju dari tingkah lakunya.
Budaya Organisasi
(Perusahaan)
Budaya organisasi adalah suatu kumpulan nilai-nilai,
norma-norma, ritual dan pola tingkah laku yang menjadi karakteristik suatu
organisasi. Setiap budaya perusahaan akan memiliki dimensi etika yang didorong
tidak hanya oleh kebijakan-kebijakan formal perusahaan, tapi juga karena
kebiasaan-kebiasaan sehari-hari yang berkembang dalam organisasi perusahaan
tersebut, sehingga kemudian dipercayai sebagai suatu perilaku, yang bisa
ditandai mana perilaku yang pantas dan mana yang tidak pantas.Budaya-budaya
perusahaan inilah yang membantu terbentuknya nilai dan moral ditempat kerja,
juga moral yang dipakai untuk melayani para stakeholdernya. Aturan-aturan dalam
perusahaan dapat dijadikan yang baik. Hal ini juga sangat terkait dengan visi
dan misi perusahaan.
Banyak hal-hal lain yang bisa kita jadikan contoh bentuk
budaya dalam perusahaan. Ketika masuk dalam sebuah bank, misalnya, satpam bank
selalu membukakan pintu untuk pengunjung dan selalu mengucapkan salam, seperti
selamat pagi ibu…selamat sore pak…sambil menundukkan badannya, dan nilai-nilai
sebagiannya. Ini juga budaya perusahaan, yang dijadikan kebiasaan sehari-hari
perusahaan.
Opini :
Dalam moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas
diletakkan pada level standar tertinggi dari segala bentuk prilaku dan
aktivitas bisnisnya. Satu hal penting dalam penerapan etika bisnis di perusahaan
adalah peran seorang pemimpin/leadership. Leadership diharap mempunya keempat
faktor pendukung untuk menuju etika berbisnis yang baik dan benar. Fungsi yang
penting dari sebuah manajemen adalah untuk kreatif dalam menghadapi tingginya
tingkat persaingan yang membuat perusahaannya mencapai tujuan perusahaan
terutama dari sisi keuangan tanpa harus menodai aktivitas bisnisnya berbagai
kompromi etika. Inilah yang harus berusaha diwujudkan oleh Leader dalam suatu
organisasi atau perusahaan. Perilaku para individu ini juga tentu akan sangat
mempengaruhi pada tindakan-tindakan mereka ditempat kerja atau dalam
menjalankan aktivitas bisnisnya. Dengan kombinasi yang tepat maka akan terwujud
pula bisnis yang diharapkan sesuai dengan tata aturan etuika yang tepat sesuai
dengan aturan etika berbisnis yang ada.
SAP 4 - Model Etika dalam Bisnis, Sumber Nilai Etika dan
Faktor - Faktor yang mempengaruhi Etika Manajerial
Di dalam persaingan dunia usaha yang sangat ketat ini, etika
bisnis merupakan sebuah harga yang tidak dapat ditawar lagi. Dalam zaman
informasi seperti ini, baik-buruknya sebuah dunia usaha dapat tersebar dengan
cepat dan massif (banyak). Menurut penelitian, seorang konsumen yang tidak
puas, rata-rata akan mengeluh kepada 16 orang di sekitarnya. Sementara yang
puas, hanya akan menyebarkan kepada 3 orang disekitarnya. Memperlakukan
karyawan, konsumen, pemasok, pemodal dan masyarakat umum secara etis, adil dan
jujur adalah satu-satunya cara supaya kita dapat bertahan di dalam dunia bisnis
sekarang. Perilaku etis penting diperlukan untuk sukses jangka panjang dalam
sebuah bisnis. Bisnis apapun, tentu akan melalui tahap-tahap sebelum akhirnya
bisa dinikmati oleh publik. Salah satu prosesnya adalah produksi dan pemasaran.
Banyak faktor yang mempengaruhi dan menentukan kegiatan
berbisnis. Sebagai kegiatan sosial, bisnis dengan banyak cara terjalin dengan
kompleksitas masyarakat modern. Dalam kegiatan berbisnis, mengejar keuntungan
adalah hal yang wajar, asalkan dalam mencapai keuntungan tersebut tidak
merugikan banyak pihak. Jadi, dalam mencapai tujuan dalam kegiatan berbisnis
ada batasnya. Kepentingan dan hak-hak orang lain perlu diperhatikan.
Perilaku etis dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu yang
penting demi kelangsungan hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis akan
merugikan bisnis itu sendiri terutama jika dilihat dari perspektif jangka
panjang. Bisnis yang baik bukan saja bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis
yang baik adalah selain bisnis tersebut menguntungkan juga bisnis yang baik
secara moral. Perilaku yang baik, juga dalam konteks bisnis, merupakan perilaku
yang sesuai dengan nilai-nilai moral.
Produksi adalah tahapan yang cukup penting dalam proses
bisnis. Dimana pebisnis bisa menuangkan idenya dalam sebuah produk yang siap
dipasarkan. Sementara pemasaran bisa dikatakan salah satu urat nadi dalam
pencapaian hasil. Segala macam produksi atau output dengan hasil terbaik, tidak
akan optimal diserap oleh konsumen jika teknik dan pelaksanaan pemasarannya
tidak bagus.
Berbagai cara bisa dilakukan dalam memasarkan suatu produk
sehingga sampai di tangan konsumen. Salah satu yang memiliki peranan penting
saat ini adalah penggunaan iklan. Iklan akan dianggap sebagai metode yang ampuh
untuk menyebarluaskan informasi kepada khalayak mengenai suatu produk yang
dihasilkan dalam bisnis.
Dibalik keberhasilan iklan dalam mendongkrak penjualan
produk dalam bisnis, terselip beberapa permasalahan yang bermuara pada
persoalan etika. Etika yang dimaksud adalah content serta visualisasi iklan
yang dianggap sebagai pembodohan serta penipuan terhadap konsumen.
Beberapa permasalahan terkait dengan iklan dan etika dalam
berbisnis dapat diurai menjadi beberapa permasalahan sebagai berikut:
• Iklan yang ditampilkan tidak mendidik
• Iklan yang ditampilkan cenderung menyerang produk lain.
Bisnis juga terikat dengan hukum. Dalam praktek hukum,
banyak masalah timbul dalam hubungan dengan bisnis, baik pada taraf nasional
maupun taraf internasional. Walaupun terdapat hubungan erat antara norma hukum
dan norma etika, namun dua macam hal itu tidak sama. Ketinggalan hukum,
dibandingkan dengan etika, tidak terbatas pada masalah-masalah baru, misalnya,
disebabkan perkembangan teknologi.
Tanpa disadari, kasus pelanggaran etika bisnis merupakan hal
yang biasa dan wajar pada masa kini. Secara tidak sadar, kita sebenarnya
menyaksikan banyak pelanggaran etika bisnis dalam kegiatan berbisnis di
Indonesia. Banyak hal yang berhubungan dengan pelanggaran etika bisnis yang
sering dilakukan oleh para pebisnis yang tidak bertanggung jawab di Indonesia.
Berbagai hal tersebut merupakan bentuk dari persaingan yang tidak sehat oleh
para pebisnis yang ingin menguasai pasar. Selain untuk menguasai pasar,
terdapat faktor lain yang juga mempengaruhi para pebisnis untuk melakukan
pelanggaran etika bisnis, antara lain untuk memperluas pangsa pasar, serta
mendapatkan banyak keuntungan. Ketiga faktor tersebut merupakan alasan yang
umum untuk para pebisnis melakukan pelanggaran etika dengan berbagai cara.
A. PASAR DAN
PERLINDUNGAN KONSUMEN
Dengan adanya pasar bebas dan kompetitif, banyak orang
meyakini bahwa konsumen secaraotomatis terlindungi dari kerugian sehingga
pemerintah dan pelaku bisnis tidak perlu mengambil langkah-langkah untuk
memberikan perlindungan kepada konsumen. Pasar bebas mendukung alokasi,
penggunaan, dan distribusi barang-barang yang dalam artian tertentu, adil,
menghargai hak, dan memiliki nilai kegunaan maksimum bagi orang-orang yang
berpartisipasi dalam pasar.
Berdasarkan kenyataan yang tidak dibantahkan bahwa bisnis merasuki
seluruh kehidupan semua manusia, maka dari perspektif etis, bisnis diharapkan
bahwa dituntut untuk menawarkan sesuatu yang berguna bagi manusia dan tidak
sekadar menawarkan sesuatu yang merugikan hanya demi memperoleh keuntungan.
Termasuk didalamnya para pelaku bisnis dilarang untuk menawarkan sesuatu yang
dianggap merugikan manusia.
Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin
adanya kepastian untuk memberikan perlindungan hukum kepada konsumen.
Pengertian konsumen sendiri adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa
yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Itu berarti pada akhirnya etika bisnis semakin dianggap
serius oleh para pelaku bisnis modern yang kompetitif. Dengan kata lain,
kenyataan bahwa dalam pasar yang bebas dan terbuka hanya mereka yang unggul,
termasuk unggul dalam melayani konsumen secara baik dan memuaskan, akan
benar-benar keluar sebagai pemenang. Maka kalau pasar benar-benar adalah sebuah
medan pertempuran, pertempuran pasar adalah pertempuran keunggulan yang fair,
termasuk keunggulan nilai yang menguntungkan banyak pihak termasuk konsumen.
B. ETIKA IKLAN
Dalam periklanan, etika dan persaingan yang sehat sangat
diperlukan untuk menarik konsumen. Karena dunia periklanan yang sehat sangat
berpengaruh terhadap kondisi ekonomi suatu negara. Sudah saatnya iklan di
Indonesia bermoral dan beretika. Berkurangnya etika dalam beriklan membuat
keprihatinan banyak orang. Tidak adanya etika dalam beriklan akan sangat
merugikan bagi masyarakat, selain itu juga bagi ekonomi suatu negara. Secara
tidak sadar iklan yang tidak beretika akan menghancurkan nama mereka sendiri
bahkan negaranya sendiri. Saat ini banyak kita jumpai iklan-iklan di media
cetak dan media elektronik menyindir dan menjelek-jelekkan produk lain. Memang
iklan tersebut menarik, namun sangat tidak pantas karena merendahkan produk
saingannya. Di Indonesia iklan-iklan yang dibuat seharusnya sesuai dengan
kebudayaan kita dan bisa memberikan
pendidikan bagi banyak orang. Banyak sekali iklan yang tidak beretika dan tidak
sepantasnya untuk di iklankan. Makin tingginya tingkat persaingan menyebabkan produsen lupa atau bahkan pura-pura lupa
bahwa iklan itu harus beretika. Banyak sekali yang melupakan etika dalam
beriklan. Iklan sangat penting dalam menentukan posisi sebuah produk.
C. PRIVASI KONSUMEN
Yaitu kepercayaan konsumen mengenai kinerja pihak lain dalam
suatu lingkungan selama transaksi atau konsumsi.
D. MULTIMEDIA ETIKA
BISNIS
Salah satu cara pemasaran yang efektif adalah melalui
multimedia. Bisnis multimedia berperan penting dalam menyebarkan informasi,
karena multimedia is the using of media variety to fulfill communications
goals. Elemen dari multimedia terdiri dari teks, graph, audio, video, and
animation. Bicara mengenai bisnis multimedia, tidak bisa lepas dari stasiun TV,
koran, majalah, buku, radio, internet provider, event organizer, advertising
agency, dll. Multimedia memegang peranan penting dalam penyebaran informasi
produk salah satunya dapat terlihat dari iklan-iklan yang menjual satu
kebiasaan/produk yang nantinya akan menjadi satu kebiasaan populer.
Sebagai saluran komunikasi, media
berperan efektif sebagai pembentuk sirat konsumerisme.
Etika berbisnis dalam multimedia didasarkan pada
pertimbangan:
Akuntabilitas perusahaan, di dalamnya termasuk corporate
governance, kebijakan keputusan, manajemen keuangan, produk dan pemasaran serta
kode etik.
Tanggung jawab sosial, yang merujuk pada peranan bisnis
dalamlingkungannya, pemerintah lokal
dan nasional, dan
kondisi bagi hak dan kepentingan
stakeholder, yang ditujukan pada mereka yang memiliki andil dalam perusahaan,
termasuk pemegang saham, owners, para eksekutif, pelanggan, supplier dan
pesaing.
Etika dalam berbisnis tidak dapat diabaikan, sehingga pelaku
bisnis khususnya multimedia, dalam hal ini perlu merumuskan kode etik yang
harus disepakati oleh stakeholder, termasuk di dalamnya production house,
stasiun TV, radio, penerbit buku, media masa, internet provider, event
organizer, advertising agency, dll.
E. ETIKA PRODUKSI
Dalam proses produksi, subuah produsen pada hakikatnya tentu
akan selalu berusaha untuk menekan biaya produksi dan berusaha untuk
mendapatkan laba sebanyak banyaknya. Dalam upaya produsen untuk memperoleh
keuntungan, pasti mereka akan melakukan banyak hal untuk memperolehnya.
Termasuk mereka bisa melakukan hal hal yang mengancam keselamataan konsumen.
Padahal konsumen dan produsen bekerjasama. Tanpa konsumen, produsen tidak akan
berdaya. Seharunyalah produsen memeberi perhatian dan menjaga konsumen sebagai
tanda terima kasih telah membeli barang atau menggunakan jasa yang mereka
tawarkan. Namun banyak produsen yang tidak menjalankan hal ini. Produsen lebih
mementingkan laba. Seperti banyaknya kasus kasus yang akhirnya mengancam
keselamatan konsumen karena dalam memproduksi, produsen tidak memperhatikan hal
hal buruk yang mungkin terjadi pada konsumen. Bahkan, konsumen ditipu, konsumen
ditawarkan hal-hal yang mereka butuhkan, tapi pada kenyataannya, mereka tidak
mendapat apa yang mereka butuhkan mereka tidak memperoleh sesuai dengan apa
yang ditawarkan.
F. PEMANFAATAN SDM
Sumber daya manusia atau biasa disingkat menjadi SDM potensi
yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk
sosial yang adaptif dan transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri
serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan
kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. Dalam pengertian
praktis sehari-hari, SDM lebih dimengerti sebagai bagian integral dari sistem
yang membentuk suatu organisasi. Oleh karena itu, dalam bidang kajian
psikologi, para praktisi SDM harus mengambil penjurusan industri dan
organisasi.
Sebagai ilmu, SDM dipelajari dalam manajemen sumber daya
manusia atau (MSDM). Dalam bidang ilmu ini, terjadi sintesa antara ilmu
manajemen dan psikologi. Mengingat struktur SDM dalam industri-organisasi
dipelajari oleh ilmu manajemen, sementara manusia-nya sebagai subyek pelaku
adalah bidang kajian ilmu psikologi.
Dewasa ini, perkembangan terbaru memandang SDM bukan sebagai
sumber daya belaka, melainkan lebih berupa modal atau aset bagi institusi atau
organisasi. Karena itu kemudian muncullah istilah baru di luar H.R. (Human
Resources), yaitu H.C. atau Human Capital. Di sini SDM dilihat bukan sekedar
sebagai aset utama, tetapi aset yang bernilai dan dapat dilipatgandakan, dikembangkan
(bandingkan dengan portfolio investasi) dan juga bukan sebaliknya sebagai
liability (beban,cost). Di sini perspektif SDM sebagai investasi bagi institusi
atau organisasi lebih mengemuka.
Maka Untuk mengatasi masalah ekonomi dalam pemanfaatan sumber
daya tersebut maka solusinya adalah
dengan melaksanakan program pelatihan bagi tenaga kerja sehingga tenaga kerja
memiliki keahlian yang sesuai dengan lapangan yang tersedia, pembukaan
investasi-investasi baru, melakukan program padat karya, serta memberikan
penyuluhan dan informasi yang cepat mengenai lapangan pekerjaan. Keberhasilan
upaya tersebut di atas, pada akhirnya diharapkan dapat menciptakan basis dan
ketahanan perekonomian rakyat yang kuat dalam menghadapi persaingan global baik
di dalam maupun di luar negeri dan pada gilirannya dapat mempercepat
terwujudnya kemandirian bangsa.
G. ETIKA KERJA
Adalah sistem nilai atau norma yang digunakan oleh seluruh
karyawan perusahaan, termasuk pimpinannya dalam pelaksanaan kerja sehari-hari.
Perusahaan dengan etika kerja yang baik akan memiliki dan mengamalkan
nilai-nilai, yakni : kejujuran, keterbukaan, loyalitas kepada perusahaan,
konsisten pada keputusan, dedikasi kepada stakeholder, kerja sama yang baik,
disiplin, dan bertanggung jawab.
H. HAK-HAK PEKERJA
Hak dasar pekerja mendapat perlindungan atas tindakan PHK
Hak khusus untuk pekerja perempuan
Hak dasar mogok
Hak untuk membuat PKB (Perjanjian Kerja Bersama)
Hak dasar pekerja atas pembatasan waktu kerja, istirahat,
cuti dan libur
Hak pekerja atas perlindungan upah
Hak pekerja untuk jaminan sosial dan K3 (Keselamatan dan
Kesehatan Kerja)
Hak pekerja untuk hubungan kerja
I. HUBUNGAN SALING
MENGUNTUNGKAN
Prinsip ini menuntut agar semua pihak berusaha untuk saling
menguntungkan satu sama lain. Dalam dunia bisnis, prinsip ini menuntut
persaingan bisnis haruslah bisa melahirkan suatu win-win situation.
J. PERSEPAKATAN
PENGGUNAAN DANA
Pengelola perusahaan mau memberikan informasi tentang
rencana penggunaan dana sehingga penyandang dana dapat mempertimbangkan peluang
return dan resiko. Rencana penggunaan dana harus benar-benar transparan,
komunikatif dan mudah dipahami. Semua harus diatur atau ditentukan dalam
perjanjian kerja sama penyandang dana dengan alokator dana.
Opini :
Banyak faktor yang mempengaruhi dan menentukan kegiatan
berbisnis. Sebagai kegiatan sosial, bisnis dengan banyak cara terjalin dengan
kompleksitas masyarakat modern. Dalam kegiatan berbisnis, mengejar keuntungan
adalah hal yang wajar, asalkan dalam mencapai keuntungan tersebut tidak
merugikan banyak pihak. Jadi, dalam mencapai tujuan dalam kegiatan berbisnis
ada batasnya. Kepentingan dan hak-hak orang lain perlu diperhatikan, sehingga
tercipta hubungan bisnis yang saling menguntungkan.